Sore
ini aku menikmati senja yang terbentang di hadapanku. Entah kenapa terasa
sedikit berbeda. Mungkin karena aku menikmatinya denganmu.
Namaku
Senja. Dan namamu Fajar. Tapi ada yang aneh dengan diri kita. Kau suka senja,
tapi tak suka Fajar. Sementara aku suka Fajar, tapi tak suka senja. Seringkali
aku berpikir mungkin masing-masing orang tua kita terbalik memberikan nama pada
kita. Tapi sore ini kita berdua begitu menikmati rona merah matahari senja di
hadapan kita.
“Kau
tau, aku sangat suka senja,” ucapmu mengawali pembicaraan diantara kita.
“Kenapa??”,
tanyaku tak acuh
“Senja
itu menenangkan. Kau lihat warna merah yang tergurat menghiasi matahari senja
itu?? itu begitu indah dan mendamaikan”, jawabmu sambil tetap memperhatikan
matahari senja yang semakin tenggelam.
“Aku
tak suka senja”, balasku ketus.
Kau
menatap dengan heran kepadaku.
“Aku
lebih suka fajar. Bagiku fajar itu semangat, awal kehidupan. Fajar menjadi
alarm bagiku untuk kembali bekerja keras. Ya, bagiku hidup adalah kerja keras”,
ujarku tanpa kau tanya padaku.
Lalu
kembali kita masing-masing terdiam. Menikmati matahari senja yang semakin
tenggelam untuk kembali ke peraduannya.
***
“Hey,
namaku Fajar”, ucapmu tiba-tiba padaku sambil mengulurkan tanganmu.
Aku
menengadah, mengalihkan tatapan dari bungkusan kardus berisi buku-buku itu. Aku
terkejut, apa-apaan cowok ini, pikirku.
“Oh,
mungkin kau kaget. Bolehkah aku berkenalan denganmu?? namaku Fajar, Ketua
Yayasan Pemuda Peduli ini”, ucapmu sekali lagi memperkenalkan diri.
“Oh,
namaku Senja”, ucapku sembari menerima uluran tanganmu.
“Kamu
anak baru yaa??ku lihat baru kali ini kau ikut acara ini”, tanyamu.
“Bukan,
aku cuma diajak temenku kesini”, jawabku.
“Oh,
baiklah. Aku kesana dulu yaa, bantuin yang disana”, ujarmu.
“Oke”,
kataku.
***
Semenjak
perkenalan itu sepertinya waktu semakin mendekatkan kita. Semakin sering kita
bersama, semakin nyaman aku di dekatmu. Dan semakin sering kita menikmati senja
berdua.
Hingga
tanpa kita sadari hadir sebuah rasa baru di hati kita. Awalnya aku sama sekali
tak menganggapmu menarik. Wajahmu tak terlalu tampan, meski cukup manis
dilihat. Tinggimu sedang, dan gaya bicaramu ceplas-ceplos.
Awalnya
aku membencimu. Seringkali kau coba mengajakku bercanda dengan leluconmu yang
garing. Menanyaiku hal-hal yang menurutku tidak penting. Tapi lama kelamaan itu
yang membuatmu lucu di mataku. Kau juga baik, pintar, dan bijaksana. Semakin
menambah pesonamu.
Seringkali
kita bertengkar untuk hal-hal yang tak penting. Menanyakan kenapa kau bernama
Fajar tetapi tak menyukainya, begitu pula denganku. Memperdebatkan seharusnya
kita bertukar nama saja tapi akhirnya sadar nama itu cocok dengan jenis kelamin
kita. Hingga akhirnya kita mampu menerima dan menyadari, Fajar menyukai senja,
dan Senja menyukai fajar.
Mungkin
perbedaan itulah yang menyatukan kita. Senja dan Fajar yang saling melengkapi.
Tak ada senja tanpa fajar. Dan tak ada fajar tanpa senja.
***
Hari
ini di tepi pantai Parangtritis. Kau tuliskan sebuah nama di pasir ketika senja
mencapai ujungnya. Senja Feyra Utami. Itu namaku. Sembari menggenggam tanganku
kau berpamitan. Kau akan pergi, ke kota dimana senja dan fajar hanya bisa kau
tatap sebentar. Kota yang pernah menjadi impian kita, sebagai senja dan fajar
yang akan bersinar disana.
“Tunggu
aku kembali disini”
itu
pesan terakhirmu sebelum berangkat.
***
Sore
ini aku kembali kesini. Menikmati senja sendirian. Ku lukis indah senja yang
dulu ku lihat di matamu. Perlahan-lahan ku tuliskan namamu di pasir pantai,
berharap mampu menyatu dengan kedamaian senja sore ini. Fajar Hermawan.
Kurangkai harap agar kau segera kembali.
Ku
tunggu kau disini, menggenggam janji yang kau ucap. Meski senja dan fajar terus
berganti hari J
perbedaan
jadi tidak berarti
karena
hati telah memilih
di
mataku kita berdua satu
apapun
yang mengganggu
cinta
takkan salah
(Cinta
Takkan Salah – Gita Gutawa ft Derby Romero)
No comments:
Post a Comment