Sepanjang
malam tadi ketika saya membuka twitter, ada hal cukup menghebohkan yang
terjadi. Bukan kebakaran twitternya sih, tapi TL penuh dengan orang-orang yang
kebakaran jenggot (loh). Sebenernya perkaranya simpel, kenapa?? ada seorang
calon maba yang udah keterima komunikasi UNS, tetapi (menurut dia) dia gak sreg
karena itu permintaan orang tuanya, mengeluarkan tweet-tweetnya yang menurut
sebagian tweeps mungkin kurang sopan. ketika dia bertanya kpd akun
@mahasiswaUNS pun ia menggunakan huruf caps lock semua (kalo ini jelas gak
sopan menurut saya,kayak preman lagi malak). Selain itu beberapa tweetnya pun
mengatakan UNS kampungan lah,website nya gak lengkaplah. Bagi saya pribadi sih,
itu gak masalah karena memang kondisinya seperti itu (UNS terletak di pinggir
kota Solo), sementara masalah web itu malah bisa jadi kritikan terhadap UNS.
Tapi yang disayangkan sih penyampaiaannya yg bikin orang baca jadi meradang
(kasih permen tenggorokan aja).
Mungkin
adek maba tadi cuma mau curhat tentang kegalauaannya, tapi itu jadi masalah
besar ketika dibaca banyak orang. Dimulai dari tweet dengan huruf caps lock
semua yang diretweet akun @mahasiswaUNS, pada akhirnya banyak orang yang kepo
pengen tahu tweet-tweet dia sebelumnya. Nah, dari situlah masalah dimulai.
Niatan dia mention-mention an sama temennya, malah ditanggapi dengan emosi oleh
banyak orang. Pun ketika ada sebuah akun yang menanggapi tweetnya, ia justru
membalas dengan kata-kata yang gak enak juga yang pada akhirnya malah bikin
orang gak respect.
Sebenernya
gak salah sih jika seseorang curhat di media sosial. Media sosial memang
diciptakan untuk memberikan kebebasan sebesar-besarnya bagi kita untuk berpendapat.
Kita bebas curhat, menumpahkan segala kegalauan kita di media sosial. Tapi yang
perlu diingat, di media sosial pun kita tak sendiri. Kita terhubung dengan
banyak orang di dunia maya, baik yang kita kenal maupun tidak. Ada aturan tak
tertulis yang wajib kita patuhi disitu, yang dinamakan etika. Entah etika kesopanan,
kesusilaan, atau apapun itu. Sekalipun kita tidak akan menerima hukuman secara
fisik, perdana, atau perdata, namun kemungkinan kita dikucilkan oleh masyarakat
masih terbuka lebar. Maka sikap hati-hati masih diperlukan dalam kita bermain
di dunia maya. Tak jarang orang lebih bisa mengenal pribadi kita di dunia maya
daripada di dunia nyata.
Di
dunia maya, hal-hal tak lagi menjadi milik individu. Hampir semua hal menjadi
konsumsi umum. Social media menjadi public sphere (ruang-ruang publik)
yang dapat diakses siapapun, kapan pun, dan dimana pun asalkan memiliki
jaringan internet. Contoh ketika kita bermesraan dengan pacar di sosmed.
Hal-hal yang harusnya bersifat pribadi, bisa dibaca semua orang. Ia tak lagi
jadi milik kita, tapi sudah menjadi konsumsi publik. Begitu pun dengan masalah
yang kita share di sosmed. Entah orang mau peduli atau tidak, menanggapi
atau tidak, yang jelas ketika sudah terbaca oleh orang lain melalui sosmed, ia
tak lagi menjadi milik pribadi kita. Tak dapat dipungkiri, sosmed juga sering
menjadi pembongkar rahasia kita sendiri.
Berkaitan dengan masalah awal tadi, saya mencoba
bersikap netral. Bagi saya, apa yang disampaikan adek maba tadi tak salah,
dengan syarat penyampaiaannya lebih diperhalus. Apalagi hal ini menyangkut
isu-isu sensitif. Mungkin ia hanya tak tau kepada siapa ingin menyampaikan,
sehingga media sosmed (khusunya twitter) menjadi pilihannya. Tak salah juga ia
menyampaikan kritikan, sekali lagi dengan cara yang benar, dan kepada pihak
yang tepat. Kalaupun bertanya dengan cara yang sopan. Buat para orang yang
ngebully, saya tahu kalian emosi karena merasa kampusnya dihina (saya pun
sama). Tapi coba kita melihat masalah ini lebih bijak. Tidak dengan cara
memaki-maki sehingga memenuhi TL (mungkin tweet saya tentang si adek jg memenuhi
TL dan gak mutu) Si adek mungkin kurang tau kondisi yang sebenarnya tentang UNS
sehingga dia hanya berspekulasi menurut dia. Yang dia butuhkan informasi,
motivasi, pelajaran (tapi ngasih taunya dengan kata-kata yang sopan dan halus),
bukan makian apalagi hujatan. Kasihan kalo nanti dia jadi down dan gak mau kuliah.
Kita gak cuma bersalah ke dia tapi juga ke orang tua yang sudah mendukungnya.
Semoga
ketika nantinya dia ke kampus yang dia dapatkan adalah dukungan, bukan lagi
cacian. Toh, ia juga sudah minta maaf, buat apalagi dipermasalahkan?? Semoga
kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi dia dan kita semua, untuk lebih
menjaga etika bersosialisasi di dunia maya. Sekian.
(ini bukan tulisan ilmiah, hanya cerita dan
berdasarkan pengalaman, lebih banyak dari pendapat pribadi. Bukan untuk menggurui
tetapi agar menjadi pelajaran bagi semuanya)
No comments:
Post a Comment